Senin, 31 Maret 2014

Media Internal Perusahaan



Media Internal Perusahaan

Social media internal perusahaan tidak hanya memberikan manfaat bagi karyawan dan para leader, tetapi juga berdampak positif pada bisnis. Untuk itu, diperlukan strategi untuk menerapkannya di perusahaan Anda agar penerapan social media tidak berakhir dengan kegagalan.
Budi, seorang teknisi di perusahaan multinasional, tidak suka ber-social media. Menurutnya, situs-situs jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, dan lainnya, itu hanyalah mesin pembuang waktu. Tetapi ketika perusahaan tempatnya bekerja meluncurkan social media internal, Budi termasuk salah satu yang cukup aktif meramaikan situs web internal itu. Dia termasuk salah satu yang rajin mem-posting status, komentar, like, share, dan lain-lain. Kok bisa?
Aktifnya karyawan seperti Budi tidak terjadi secara instan. Awalnya Budi menemukan social media internal ini sangat membantu pekerjaannya. Setiap saat dia ingin mencari informasi tentang suatu produk terbaru, dia dapat menemukan pakar yang dapat menjawab pertanyaannya dengan cepat. Di dalam situs itu dia juga bisa menemukan forum diskusi yang membicarakan tentang produk baru tersebut, detail spesifikasinya, cara trouble shooting yang pernah dilakukan oleh kelompok lain di negara lain, dan sebagainya. Dia menemukan situs itu sangat membantu pekerjaannya.
Dari situlah, karena merasa sudah sering dibantu, Budi pun ingin membalas kebaikan yang sudah diterimanya, dan dia pun mulai rajin melakukan sharing. Mulai dari membagikan pengalamannya di forum-forum diskusi tentang hal-hal yang pernah dialaminya dalam pekerjaan, hingga menjadikan social media ini kebiasaan, seperti mem-posting status, mengecek komentar, memberi komentar ataupun sekedar memberi “like.” Ketika mendapatkan banyak tanggapan dari dalam maupun luar negeri, Budi pun menjadi makin senang sharing.
Budi juga menemukan banyak manfaat dari tool ini. Melalui tool ini ia menjadi tahu kesibukan dan apa yang dikerjakan bagian lain di perusahaannya. Sebelumnya dia tidak tahu apa yang dikerjakan bagian finance, marketing, dan lain-lain. Dia tidak tahu sebelumnya setiap bulan Maret kesibukan bagian finance memuncak, pada akhir tahun bagian HR mempersiapkan performance appraisal, bagian-bagian lain yang stres membuat laporan maupun budgeting untuk tahun depan. Bahkan melalui tool ini juga, Budi menjadi tahu tidak jauh dari tempat mereka biasa makan siang, ada penjual roti maryam yang terkenal.
Leader dan Big Data
Dari sisi leader, social media internal perusahaan seperti ini seharusnya menjadi mainan baru yang seru. Dengan adanya tool ini, para leader dapat memonitor percakapan karyawan, mengukur climate organisasi, mengetahui apa yang sedang menjadi permasalahan yang dialami para karyawan, maupun melakukan tindakan cepat apabila ada permasalahan, sebelum masalah itu berkembang menjadi lebih serius.
Inilah saatnya yang disebut McKinsey bahwa Web 2.0 memasuki saat “gajian”. Social media yang selama ini dianggap sebagai mainan, sesuatu yang tidak penting, kini mulai dianggap serius. Mayoritas responden yang disurvei McKinsey menyatakan bahwa organisasi mendapatkan benefit dari penggunaan Web 2.0. Penyatuan Web 2.0 dengan dunia korporasi salah satunya adalah dalam wujud social media internal atau disebut enterprise social network (ESN).
Lebih dari data-data karyawan yang sudah ada selama ini, kini HR dan para leader menghadapi big data. Dilihat dari volume serta ragamnya, data yang dihasilkan ESN ini dapat dikategorikan big data. Apalagi bila kecepatan pengelolaannya (velocity) cukup tinggi untuk memberikan data analisis yang berarti untuk perusahaan.
Dari aneka data standar yang dahulu dimiliki HR, paling-paling perusahaan hanya mengetahui hal-hal mendasar dari karyawan, seperti usia, jenis kelamin, tanggal lahir, IPK, dan pengalaman kerja. Dengan era big data, perusahaan bisa mengetahui jauh lebih banyak, misalnya saja perusahaan dapat mengetahui minat dan hobi karyawan. Data ini bisa menjadi penting dalam pengembangan dan pengelolaan karyawan.
Implementasi Pertama ESN Seringkali Gagal
Contoh di atas mengilustrasikan kondisi ideal dalam implementasi ESN di perusahaan, di mana baik karyawan maupun perusahaan merasakan dampaknya. Dengan begini, ESN bukan lagi sekadar aktivitas “main-main”, tetapi benar-benar memberikan dampak pada bisnis. Dampak pada bisnis jelas, seperti cepatnya sebuah masalah diselesaikan, pengetahuan yang menyebar dengan cepat dan murah, menurunnya biaya telepon, bahkan meningkatnya engagement dan produktivitas karyawan.
Sayangnya, seperti dilaporkan CIO.com, implementasi pertama ESN seringkali berakhir dengan kegagalan. Di sekitar kita walaupun tidak banyak dibicarakan, banyak perusahaan sebenarnya telah memiliki sistem semacam ini. Biasanya merupakan sistem yang dibawa dari perusahaan pusat di luar negeri, sistem ini diimplementasikan begitu saja, tanpa sosialisasi dan program yang serius. Alhasil, tidak banyak karyawan yang mengetahuinya, apalagi menggunakannya. Sayang sekali, tool yang berpotensi hebat ini terbengkalai begitu saja.
Attract, Engage, Retain
ESN tidak sama seperti Facebook. Kita tidak bisa memasang ESN di perusahaan lalu mengharap karyawan akan mendaftar dengan sendirinya seperti halnya mereka mendaftar di Facebook. Implementasi social media internal yang berhasil membutuhkan strategi content dan pengelolaan yang terintegrasi.
Dalam implementasi ESN, pendekatan yang sama dengan situs web dapat digunakan. Seperti halnya sebuah situs web, ESN akan mengalami siklus yang dimulai dari Attract, Engage, Retain. Pada fase Attract (menarik pengunjung) ESN membutuhkan tujuan yang jelas “mengapa karyawan harus menggunakan alat ini” dan strategi sosialisasi atau kampanye internal yang tepat
Sumber : http://www.infokomputer.com/2014/03/fitur/menyukseskan-social-media-internal/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar